Di satu sisi, pemerintah juga terbentur dengan kewajiban negara yang termaktub dalam UU 1945 untuk melindungi fakir miskin dan anak telantar. ''Di sisi lain, para gepeng ini setelah dikembalikan ke desanya, beberapa harinya muncul lagi,'' kata petugas Satpol PP, Selasa (25/1) kemarin.
Belum lama ini, Satpol PP Jembrana kembali mengamankan belasan gepeng yang berkeliaran di seputaran Kota Negara. Mereka dianggap meresahkan karena sering beroperasi meminta-minta uang di pasar, terminal, hingga permukiman warga. Atas kegiatan mereka yang dinilai meresahkan itu, mereka diciduk.
Dari tiga belas gepeng yang diciduk, tujuh di antaranya berasal dari Desa Tianyar Kecamatan Kubu Kabupaten Karangasem. Setelah sekitar tiga malam menginap di Kantor Satpol PP, Selasa (25/1) kemarin, mereka akhirnya dipulangkan oleh Dinas Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial ke tempat asal mereka. Salah satu di antara mereka Ni Wayan Merta (55) terlihat menggendong bayinya yang baru berumur 11 bulan, Ketut Rimawan.
Ibu empat anak ini mengaku baru kali ini menginjakkan kakinya ke Jembrana dan mengemis. Merta mengatakan apa yang dilakukannya ini hanyalah terpaksa terhimpit kemiskinan. Apalagi dalam waktu dekat keluarganya perlu uang untuk merayakan pujawali pura di desa. Merta juga menambahkan sejatinya dirinya memiliki lahan beberapa petak yang berada di pekarangan rumah. Sejak beberapa tahun ini dia menggantungkan diri dari bertani jagung.
Tetapi hujan yang terus-menerus mengguyur setahun ini menjadikan lahannya tergenang air dan membuat jagungnya mati. ''Saya terpaksa, biasanya saya di sekitar Denpasar (mengemis), baru kali ini ke Negara sudah ditangkap begini,'' tandasnya. Selama dua hari dirinya baru meraup uang Rp 80 ribu sedangkan anaknya Ni Luh Santi (11) yang ikut bekeliling mengemis mengumpulkan uang Rp 20 ribu. ''Uang anak saya sudah dipakai Rp 5 ribu untuk makan, sisanya Rp 15 ribu. Tekadnya ingin lulus SD lalu bekerja di Badung,'' ujarnya sembari menenangkan bayinya.
Dikatakannya, anaknya sebenarnya masih sekolah kelas V di salah satu SD Tianyar Barat. Namun karena lokasi rumah dengan sekolah jaraknya sangat jauh, anaknya sering mengeluh lelah berjalan, lapar, dan akhirnya tak pernah sekolah lagi. Suaminya selama ini memang memelihara dua ekor sapi milik orang (ngadas) tetapi hasilnya tidak mencukupi untuk menghidupi empat orang anaknya.
Perbukitan
Rumahnya berada jauh di perbukitan tandus. Saat ini air di sana keruh lantaran bercampur dengan debu yang mengendap saat musim kemarau panjang lalu. Sehingga untuk meminum air itu harus berpikir dua kali. ''Saya terpaksa mengemis mengajak anak semua, apalagi kebutuhan upacara mendesak. Anak saya paling kecil juga persiapan otonan,'' keluhnya.
Sebelumnya bersama tiga orang sedesa, diamankan Satpol PP Jembrana saat operasi tramtib Sabtu (22/1) malam di sekitar Taman Makam Pahlawan. Mereka diamankan karena dinilai meresahkan dan menuai keluhan dari masyarakat. Sebelumnya sekitar 15 remaja tanggung bergaya punk dari Jawa juga diamankan. Beberapa di antara mereka nekat datang tanpa bekal mengandalkan hidup di jalanan dan solidaritas teman komunitas. Rombongan anak punk baik dari Jawa maupun Lombok juga selalu menghiasi ruang tunggu kantor Satpol PP. Mereka beralasan ingin menonton konser musik punk dan hidup menggelandang. Petugas Kessos menindaklanjuti orang-orang tersebut untuk selanjutnya dibina dan dikembalikan ke daerah asal mereka. Jumlah orang telantar tidak menentu dalam setahun. Namun selalu saja ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar